MUNGKIN BINTANG TIDAK AKAN BERPIJAR KEMBALI
Suatu masa hiduplah seorang anak SMA
ternama pada sebuah kota besar dengan ayahnya yang sangat menyayanginya. Rasa kehilangan
yang dirasakannya atas meninggalnya istri tercinta membuatnya begitu
berhati-hati dalam setiap tindakan.
Pada suatu hari anaknya ingin
menyalurkan hobinya yang menimbulkan amarah ayahnya.
“Nak, kenapa kamu sulit sekali diberi
pengertian?”
“Yah, aku kan hanya ingin menuangkan
apa yang aku rasakan, aku ingin menjadi seorang penulis seperti ibu. Apa ayah
tidak bangga mempunyai anak seorang penulis yang ternama.”
“Ayah mau nak, sangat mau, bahkan
ayah ingin melihat engkau tumbuh dewasa menjadi seorang penulis yang terkenal. Tapi
tolong mengertilah tentang perasaan ayah. Cukup sekali ayah kehilangan seorang
penulis yang ayah cintai, ayah tidak mau kehilangan kamu juga.”
“Iya yah, aku pun juga sama. Tapi aku
merasa darah seorang penulis dari ibu sudah menjalar sampai urat nadiku. Jadi tolonglah
yah, beri aku kesempatan untuk menjadi penulis seperti ibu.”
“Terserahlah, silakan!”. Ayah keluar
rumah setelah marah dan melempar laptop yang sedang digunakannya sampai hancur
berkeping-keping.
Sang anak hanya bisa menangis tersedu
melihat ayahnya marah sampai melempat laptop yang sehari-hari digunakannya
untuk bekerja. Dengan perasaan rasa bersalah dia bangkit dari duduknya kemudian
merapikan laptop ayahnya dan meletakkannya di meja tamu. Ia pun pergi keluar
menghampiri ayahnya seraya meminta maaf dan menyerahkan laptopnya kepada
ayahnya.
“Yah, maafkan aku ya? Aku hanya ingin
menyalurkan hobiku sebagai seorang penulis, tapi jika ayah tidak mengijinkan,
aku akan berhenti menulis.”
“Sudahlah nak, ayah tidak apa-apa. Silakan
melanjutkan aktivitasmu, engkau berhak menjadi seperti apa yang engkau inginkan”
“Tapi Allah tidak memberi apa yang
aku minta yah, Dia hanya memberi apa yang aku butuhkan.”
“Iya, itu benar!”
“Aku ingin menjadi seorang penulis
yah, tapi aku lebih membutuhkan ayah selalu disampingku untuk memberikan
support kepadaku pada setiap hembusan nafas ini, jadi terimalah ini. Ayah lebih
membutuhkannya untuk mencari nafkah daripada aku yang hanya menggunakannya
untuk menulis”
“Baiklah nak, terimakasih atas pengertianmu,
semoga Allah menjadikanmu anak yang saleh”
“Amiin, terima kasih yah atas doanya.”
Mereka sama-sama tersenyum dan
berpelukan untuk menyalurkan rasa kasih sayangnya. Anak itu kemudian masuk ke
kamar dan mengambil HP nya dan mengirimkan sebuah pesan kepada temannya meminta
bantuan untuk memperbaiki laptop ayahnya yang rusak.
Setelah 4 tahun berlalu sang anak
telah lulus dari studinya dan telah mendapatkan gelar sebagai seorang Sarjana
yang mendapatkan predikat terbaik pada lulusan tersebut!
“Selamat nak, engkau telah menjadi
lulusan terbaik tahun ini, engkau memang seorang anak yang berbakti kepada
orang tua, sekali lagi ayah ucapkan selamat”
“Ayah ini bisa saja, aku hanya
melakukan apa yang bisa aku lakukan, ini semua juga demi ayah, demi masa
depanku juga kan? Tapi terima kasih yah atas ucapannya, kira-kira nanti aku
dapat hadiah apa ya?”
Melihat jawaban dari anaknya, dia
tersenyum kemudian meraih pundak anaknya dan memeluknya. HP anaknya berdering
tanda ada pesan masuk.
“Slmat kak u/ prstasi yg tlh d.raih,
smoga thn dpn aq d.beri ksmptan u/ mraihnya jga. Oya, ni sdh d.tnggu tmn2 u/
acra pmbukaan pnerbitan bku yg ka2k tulis”
Ternyata pesan masuk dari adik
tingkatnya yang sama2 ikut dalam UKM sastra Indonesia yang kebetulan hari itu bertepatan
dengan acara penerbitan buku yang selama ini ia tulis diam-diam tanpa diketahui
oleh ayahnya.
“Amiin, siip, bntar ya, ni bru sma
bpak, nnti tak su2l k.sna, acrany d.mlai dlu sja,”
“OK kak, tp cptan nyusul lho, dak
enak sm yg lain.”
“Siap komandan! Laksanakan! J”
“J J J”
Dengan perasaan takut ia mencoba
untuk mengajak ayahnya agar berkenan ikut dengannya.
“Yah, setelah ini apakah ayah ada
kegiatan yang lain? Jika tidak ada, apakah ayah berkenan ikut denganku?”
“Tidak ada nak, memangnya kamu mau
mengajak ayah kemana? Nanti syukurannya di rumah saja, biar ayah yang
menanggung semua biayanya, kamu tinggal hubungi beberapa temanmu untuk datang
ke rumah”
“Hehehe, bukan soal itu kok yah, ini
ada undangan dari teman tentang penerbitan sebuah buku. Ayah mau kan?”
Dengan perasaan yang gemuruh sang
ayah hanya tersenyum dan memalingkan badan sambil mencari kunci motornya.
“Tidak nak, ayah pulang ke rumah saja
untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk syukuran atas prestasi yang telah
engkau raih. Ayah tunggu di rumah, jangan lupa ajak beberapa temanmu untuk
menghadiri acara nanti. Ingat, acaranya jam 8 malam. Assalamu’alaikum w.w.”
“Wa’alaikumussalam w.w. baik yah,
insyaALLAH nanti aku ajak beberapa temanku, terimakasih sebelumnya.”
Dengan perasaan sedih dia melihat
ayahnya yang pergi dari hadapannya kemudian dia menuju ke ruangan tempat acara
tersebut dilaksanakan. Sesampainya disana dengan secepat mungkin ia merubah
tampang wajahnya yang semula sedih menjadi bahagia tanpa menghiraukan
perasannya saat itu.
“Nah, ini dia yang kita
tunggu-tunggu, silakan kak, langsung bisa naik kemimbar untuk menyampaikan
kesan pesannya”
Tanpa perasaan ragu ia naik ke mimbar
dan menyampaikan beberapa kata yang selama ini menjadi motivasinya.
“Assalamu’alaikum w.w. terima kasih saya
ucapkan kepada moderator yang telah memberikan saya kesempatan untuk berdiri di
sini, tapi mohon maaf mbak, besok lagi biarkan saya duduk dulu ya, pegel ini
kaki belum duduk dan minum sudah diminta berdiri lagi, di mimbar lagi, kan
capek, hehehe”
serentak semua orang yang ada di
ruangan tersebut tertawa mendengar apa yang ia katakan. Sang moderatorpun hanya
tersipu malu. Tapi dia tidak marah karena sudah mengetahui karakter orang yang
sedang berdiri di mimbar.
“Baik, kemudian saya ucapkan
terimakasih pula kepada rekan-rekan seperjuangan UKM sastra yang telah membantu
dan mensupport saya sehingga tulisan saya yang tidak sebagus penulis-penulis
pada umumnya ini telah diterbitkan sehingga menjadi sebuah buku. Tidak lupa
saya ucapkan terimakasih pula kepada pembimbing saya dan semua orang yang tidak
dapat saya sebut namanya satu persatu. Tidak sopan dan tidak bijak kiranya jika
sambutan saya panjang lebar, cukup saya sampaikan beberapa kalimat yang selama
ini menjadi motivasi saya dalam menulis, yaitu: pertama, bahwa Allah tidak akan
memberi apa yang kita minta melainkan memberikan apa yang kita butuhkan. Yang kedua,
bahwa orang tua kita adalah malaikat yang selama ini telah mempertaruhkan
hidupnya untuk menjadikan kita anak yang saleh-salehah wajib dan harus kita
hormati dan kita hargai. Sekiranya cukup sekian yang dapat saya sampaikan. Wassalamu’alaikum
w.w.”
Dengan perasaan bangga dan hati
gembira ia turun dari mimbar kemudian bersalaman dengan beberapa orang yang
duduk di depan. Langsung menuju tempat duduk yang telah disediakan. Selang beberapa
menit HP miliknya berdering tanda ada pesan masuk.
“Nak, jangan lupa, malam ini ayah
tunggu di rumah, ajak beberapa temanmu”
“Baik yah, sebentar lagi aku pulang,
kemungkinan aku mengajak sekitar 15 teman, bolehkan yah?”
“Iya nak, boleh, kebetulan ayah sudah
menyiapkan semuanya, insyaALLAH cukup untuk 20 orang”
“Baik, terima kasih yah sebelumnya,
maaf sudah merepotkan”
“Tidak apa-apa nak, sudah jadi
kewajiban ayah untuk membuatmu bahagia”
“Amiin,,, J J J”
Sesegera mungkin ia mengabari teman-teman
terdekatnya untuk menyampaikan undangan dari ayahnya kemudian pamit untuk
bergegas pulang.
Allah memang Maha Berkehendak, di
tengah perjalanan ia mengalami musibah kecelakaan yang membuat ia sempat koma
selama 3 hari. Setelah ia siuman ia hanya terbaring lemas dan hampir tidak
berdaya untuk membuka matanya. Seraya terbata-bata ia ingin menyampaikan
sesuatu kepada ayahnya yang kebetulan ada di sampingnya.
“Yah, ma...af kan aku ya? a...aku suu...dah
berboho...ng padamu, selaa...ama ini a...ku tela...h menu...lis. ha...silnya
ada di tasku, diam-diam ku per...sembahka...n buku itu u...ntukmu dan ibu,
rela...kan kepergianku yah, a...ku sudah te...nang bisa ju...jur pada aya...h.
laailaaha illallaah muhammadurrasulullaah”
Dengan perasaan sedih sang ayah memeluk
anaknya dan berusaha untuk tidak meneteskan air matanya agar tidak memberatkan
perjalanan anaknya. Kemudian dia menuju ke tas anaknya kemudian mengambil
sebuah buku berjudul “AYAHKU MALAIKAT KECILKU”
Satu demi satu lembaran pada buku
tersebut ia baca, sampai pada suatu halaman ia tertegun dan tidak dapat menahan
lelehan air matanya ketika mendapati sebuah kalimat.
“Sosok ayah adalah bagiku bagaikan
sosok ibu, ia selalu hadir dan selalu menjagaku setiap siang dan malam, dia
tidak pernah letih dan mengeluh untuk selalu mendoakanku. Terimakasih ayah,
terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang selama ini kau berikan meskipun
aku selalu berbuat salah, mungkin bintang tidak akan bersinar lagi, tapi engkau
tetap menjadi malaikat kecilku.”
========================================================
Email
: trismanto91@gmail.com website : http://trismanto91.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar